Kalian investor yang angkatan corona (read:Investor baru 2020 keatas) mungkin menganggap bahwa saham BUMI (PT Bumi Resources Tbk) adalah saham gorengan, namun pada masanya ditahun 2008, saham ini dapat dikategorikan sebagai saham Bluechip. Kenapa demikian? Ayo kita bedah satu per satu.
All Time High saham BUMI ada di 8000an
Pada tahun 2008, harga saham BUMI adalah 8000 per lembar. Dan jika mengingat kebijakan dari BEI pada tahun 2008 bahwa membeli saham minimal 1 lot, yang pada saat itu 1 lot berisi 500 lembar saham.
Berarti pada tahun 2008, untuk membeli 1 lot, kita membutuhkan uang sebanyak 4 juta rupiah. 4 juta cuy! Dan salah satu konsep keuangan yaitu time value of money tentunya kita tau bahwa nilai 4 juta pada tahun 2008 tidak lah setara dengan 4 juta pada tahun ini. Karena adanya inflasi, dan faktor lainnya.
Pada artikel ini dibuat, yaitu di tahun 2022, nilai 4 juta tersebut senilai dengan 6 juta hampir 7 juta kurang 5,638 lagi.
Dengan uang 6 juta rupiah saat ini, bisa tebak berapa lot saham BUMI yang bisa kita beli?
Pada saat artikel ini dibuat, BEI telah merubah kebijakan 1 lot menjadi 100 lembar saham. Dan harga bumi telah merosot jauh sekali dari harga tertingginya menjadi 66/lembar (8 April 2022). Berarti kita bisa membeli sebanyak 106,060 lembar atau 1060 lot. Cukup banyak bukan jika kita membandingkan dengan tahun 2008 yang hanya bisa membeli 1 lot? Lantas kenapa harga saham BUMI bisa merosot hampir 100%?
Ini baru namanya Bumi datar
Harga saham BUMI sendiri sempat terdiam di harga 50. Diam dan tidak bergerak kemana mana, karena masih banyak orang yang ingin keluar dari saham ini dan pembelinya masih sedikit. Sampai ada waktu itu istilah “bumi datar”. Saya bukan ahli konspirasi, namun melihat chart memang BUMI itu datar.
Kita bisa lihat bahwa harganya datar di 50 dalam waktu yang cukup lama, yaitu hampir satu tahun. Sempat ada perlawanan sedikit, kemudian kembali datar.
Ada masalah apa sebenarnya sehingga menyebabkan harga saham BUMI merosot dalam?
Saham BUMI dan Bakrie
“Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang”
Penggalan lagu oemar bakri karya Iwan Fals.
Tapi bukan Bakrie yang itu yang memiliki kaitan dengan saham BUMI. Melainkan Bakrie Capital, yang pada tahun 1997 menguasai lebih dari 50% saham BUMI. Pada saat itu Bakrie Capital juga sampai mengakuisisi PT Kaltim Prima Coal yang bergerak pada pertambangan batu bara. Sehingga hal ini menjadikan BUMI sebagai salah satu perusahaan eksport batu bara terbesar di Indonesia.
Pada tahun 2006-2008 saham BUMI ini menjadi primadona di pasar modal Indonesia. Bagaimana tidak? Harga sahamnya dari 600, naik hingga menjadi 8000an. Dan pada saat itu juga, pak Aburizal Bakrie memiliki peran di pemerintahan pak SBY. Beliau memegang peranan sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
Apakah karna pak Bakrie menjadi menteri maka harganya meroket? Ya bisa saja seperti itu. Namun ada global event juga pada saat itu, yaitu harga batu bara melonjak tinggi juga, yang mana batu bara sendiri merupakan revenue stream dari BUMI, maka dari itu ketika harga batu bara naik, emiten batu bara lainnya juga akan naik.
Petaka 1 : Lehman Brother
Pernah dengar mengenai Lehman Brothers? Salah satu major global event yang sangat berpengaruh terhadap pasar keuangan global. Pada september 2008, Lehman Brothers menyatakan bangkrut.
Hal ini membuat indeks indeks saham global jatuh dan merah berdarah darah. Kenapa bangkrutnya Lehman Brothers bisa berdampak ke seluruh dunia? Karena Lehman Brothers merupakan perusahaan investment banking terbesar di AS yang sudah berdiri cukup lama.
Kenapa mereka bangkrut? Ada kejadian Subprime Mortage di AS pada saat itu. Subprime Mortgage sendiri adalah fenomena hancurnya sektor properti karena kredit macet. Dan investasi terbesar Lehman Brothers yaitu pada bidang kredit properti.
Pada saat itu nilai investasi Lehman Brothers menjadi sangat hancur dan kacau, sehingga Lehman Brothers mengajukan bangkrut. Melihat hal ini, banyak investor yang menjadi panic dan terjadilah panic selling besar besaran di seluruh dunia. Dan karena hal ini, IHSG yang pada saat itu berada di 2800, terjun ke 1100.
Petaka 2 : Kondisi Keuangan Saham BUMI
Nah selain permasalahan eksternal seperti tadi. Ada juga permasalahan internal, yaitu kondisi keuangan yang jelek, terus merugi, dan mencatatkan utang yang cukup banyak khususnya ke China melalui China Investment Corporate yang merupakan sovreign wealth fund China.
Dan untuk pertama kali pada tahun 2012, saham BUMI mengalami kerugian sampai triliunan rupiah. Sehingga hal ini menyebabkan harga saham BUMI kembali tertekan.
Petaka 3 : Bakrie vs Rotschild
Pada saat laporan keuangan saham BUMI yang buruk, terjadi juga perselisihan di dalam manajemen BUMI. Terjadi perselisihan antara grup Bakrie dengan Rotschild. Rotschild sendiri merupakan grup bangsawan yang berasal dari Inggris. Rotschild menuduh bahwa adanya penggelapan dana yang dilakukan oleh grup Bakrie.
Petaka 4 : Saham BUMI digadaikan
Saham BUMI sendiri sempat digadaikan ke beberapa pihak agar perusahaan bisa mendapatkan dana, namun sayangnya perusahaan tidak melakukan buyback. Sehingga saham didistribusikan secara masif. Hal ini juga menyebabkan sedikitnya persentase kepemilikan oleh perusahaan, lebih banyak dimiliki oleh publik (ritel).
Jadi dapat kita lihat bahwa permasalahan bermula ketika Lehman Brothers bangkrut, dan semakin parah karena kinerja perusahaan yang buruk serta GCG yang kurang baik. Carut marutnya permasalahan menyebabkan saham BUMI tertidur di 50.
BUMI sudah tidak datar lagi
Pada tahun 2016, BUMI melakukan resturukturisasi hutang mereka yang senilai 35 Triliun. Retrukturisasi ini menarik untuk investor, karena akan ada hutang yang dikonversi menjadi saham dengan harga tebus 926. Karena hal ini, saham BUMI naik hingga nilai 300an. Optimisme pasar terhadap saham BUMI sangat tinggi. Saham BUMI mencapai titik tertinggi hingga nilai 500an pada saat itu.
Namun tidak bertahan lama, harga saham BUMI terus turun. Hingga akhirnya pada tahun 2020 harga sahamnya kembali ke harga 50. Dan kembali bangkit lagi di tahun 2021.
Walaupun sudah bangkit kembali harganya, namun mengapa harga tidak bisa kembali lagi seperti dulu?
Sepertinya hal ini disebabkan oleh kepercayaan dari investor yang sudah berkurang karena serangkaian permasalahan yang dimiliki oleh BUMI, dan juga komposisi pemegang saham BUMI yang lebih dari 70% dimiliki oleh masyarakat.
Kesimpulan
Walaupun kita memiliki niat untuk menjadi investor dengan jangka waktu yang panjang sekali (lebih dari 5 tahun), kita harus tetap memperhatikan fundamental perusahaan setiap kali merilis laporan keuangan. Tidak perlu setiap quartal, minimal satu tahun sekali. Dan kita harus terus rajin melakukan update terhadap berita emiten yang kita miliki. Jangan hanya membeli terus ditinggal tidur. Apalagi emiten yang bergerak di sektor siklikal seperti BUMI ini.
Lalu bukan hanya laporan keuangan yang penting untuk kita lihat, namun juga manajemen dari perusahaan, seperti apakah perusahaan memiliki masalah dengan perusahaan atau grup lain, apakah perusahaan memiliki permasalah hukum, dan lain sebagainya.
Yang terakhir,
Jangan ragu atau takut melakukan cutloss!