PENDAHULUAN
Pembahasan tentang inflasi dari jaman kita SMP udah ada lah ya, dan kita udah sering banget denger.
Inflasi itu bukan sekedar tiap ada kenaikan harga aja. Jadi, misalnya harga satu Indomie kemarin 3000, tapi hari ini 3500, sedangkan harga yang lain masih sama aja. Itu bukan inflasi.
Inflasi itu kenaikan harga yang umum. Nah biasanya yang menyebabkan inflasi di Indonesia adalah harga komoditas yang naik nih kayak minyak dunia yang akan berpengaruh sama BBM, atau bahan pangan yang naik kayak beras, cabe, atau minyak goreng.
Baru banget data inflasi Indonesia dikeluarkan, dan hasilnya diluar ekspektasi. Semula ekspektasi gerak inflasi tidak melebihi 4%, namun ternyata di bulan Juni 2022 tembus sampai 4,35% year on year.
Nah, inflasi tentunya menyebabkan kekhawatiran pasar, hal ini terbukti dengan turunnya IHSG sebesar 1,70% pada hari pengumuman inflasi.
Reaksi pasar menunjukkan adanya kekhawatiran akan kenaikan suku bunga yang agresif oleh Bank Sentral (Bank Indonesia). Bank Indonesia menaikkan suku bunga dengan tujuan untuk mengontrol melalui kebijakan moneternya. Dengan naiknya suku bunga, uang yang beredar tidak akan terlalu banyak.
Namun kenapa hal itu bisa terjadi?
Gampangnya gini, ketika suku bunga dinaikkan oleh Bank Sentral, maka produk investasi yang bebas resiko seperti deposito akan diuntungkan karena returnnya akan ikut naik. Hal ini tentunya akan menggiurkan untuk pelaku pasar, dengan instrumen investasi yang rendah resiko, return yang didapatkan bisa cukup tinggi.
Ketika hal itu terjadi maka orang akan sedikit yang membuat usaha (mengingat resikonya yang tinggi) dan berinvestasi pada instrumen keuangan yang memiliki resiko keuangan yang tinggi seperti saham.
Walaupun saham kemungkinan akan sepi peminat, namun ga semua saham jelek loh. Ada sektor yang akan memberikan return yang baik ketika inflasi naik. Yuk kita bahas
SEKTOR YANG UNTUNG KARNA INFLASI
Kita udah tau nih inflasi dan salah satu cara mengontrolnya kan lewat naik turun suku bunga Bank Sentral. Suku bunga ini akan sangat berpengaruh baik untuk emiten di sektor perbankan, namun berpengaruh buruk nih untuk sektor yang banyak utang seperti sektor properti.
Kenapa perbankan untung?
Karena ketika bank sentral menaikkan suku bunga, perbankan juga akan menaikkan suku bunga kredit sehingga pendapatan dari bunga kredit mereka akan naik, sedangkan “biasanya” suku bunga untuk obligasi tidak dinaikkan setinggi suku bunga bank sentral wkwkwk.
Agak ngeselin ya, tapi itu lah model bisnisnya untuk dapet untung wkwk.
Baca juga : Saham BBRI : Dividen Jumbo hingga Valuasi
Nah sektor properti nih biasa yang agak rugi. Karena biasanya emiten proerti akan menggunakan utang dalam pengerjaan proyek mereka.
SELANJUTNYA NGAPAIN
Mungkin, bakal banyak nih nanti saham yang harganya jatuh dan “terlihat” murah. Kita jangan langsung serok all in, coba cicil aja dulu.
Terus perhatikan fundamental dari saham yang mau kita beli. Sebetulnya kalo fundamentalnya bagus sih aman aja yaa. Perhatikan dampak inflasi dan ekonomi secara makro juga.
Sebetulnya perusahaan yang punya pendapatan berupa USD juga akan mendapat keuntungan. Mengingat inflasi ini tidak hanya terjadi secara nasional, namun juga sampai terjadi ke US, yang mana inflasi pada tahun ini di US merupakan yang tertinggi selama 40 tahun terakhir.
Maka kita bisa juga nih mulai perhatikan emiten yang pendapatannya USD. Karena USD akan menguat ketika bank sentral amerika mengeluarkan kebijakan Quantitative Tightening (sama kayak Bank Indonesia naikin suku bunga). Tujuannya agar uang yang beredar bisa masuk kembali ke Amerika.
Ketika uang kembali ke Amerika, berarti akan ada pelemahan mata uang Indonesia akibat adanya outflows ini.
Jadi selain perbankan, bisa tuh cek emiten yang pendapatannya dalam USD.
“Ribet lah ah, udah tahan cash aja”
Cash is king, cuman kalo inflasi kan nilai cash akan berkurang.
Jadi apakah cash still a king?