Sobat Finplan, apakah kamu tahu film berjudul Confession of a Shopaholic? Atau sudah pernah nonton? Film tersebut merupakan adaptasi dari novel The Shopaholic Series yang tayang secara resmi di tahun 2009 lalu.
Confession of a Shopaholic berkisah mengenai Rebecca Bloomwood (diperankan oleh aktris Isla Fischer) yang punya hobi berbelanja. Item fesyen apapun yang menurutnya terlihat bagus, dia akan membeli tanpa berpikir panjang. Kebiasaan tersebut menimbulkan masalah dalam hidupnya, mulai dari karir, kisah asmara, persahabatan, sampai menjadi incaran bank karena hutang.
Film tersebut dapat menjadi representasi yang bagus mengenai gaya hidup masyarakat urban, yang mana dekat dengan modernitas dan mudah mendapatkan akses untuk memenuhi keinginan tersebut. Kamu pun mungkin setuju bahwa belanja adalah salah satu obat ampuh untuk menghalau stres.
Terlebih lagi ketika sedang ada diskon besar-besaran untuk produk incaran kamu. Wah, jadi makin naik deh keinginan untuk berbelanja. Tapi, kalau terlalu berlebihan, bisa jadi kamu punya julukan seperti tokoh Rebecca, yaitu shopaholic.
Lalu, apa sih arti sebutan tersebut? Apa saja tanda-tanda yang mencolok dari perilaku tersebut? Yuk kenali lebih lanjut!
Apa Itu Shopaholic?
Mengutip dari laman Very Well Mind, shopaholic atau oniomania adalah hasrat belanja yang tak tertahankan. Mereka yang tergolong gila belanja akan membeli sesuatu secara impulsif, walaupun tidak terlalu butuh. Di abad ke-20, oniomania diklasifikasikan sebagai gangguan mental oleh para psikiater.
Perilaku tersebut dapat menjerumuskan seseorang pada persoalan keuangan yang fatal, seperti terlilit hutang hingga kebangkrutan. Belum lagi barang yang menumpuk di rumah yang dapat mengganggu ketenangan.
5 Ciri Shopaholic
Seseorang yang kecanduan belanja sering kali juga memiliki gangguan mental lain, seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Selain itu, mereka akan memperlihatkan 5 tanda berikut ini:
1. Rendahnya Self-esteem
Self-esteem atau harga diri sangat terikat dengan bagaimana kamu memperlakukan atau mencintai diri sendiri. Mereka yang cenderung gila belanja biasanya punya self-esteem yang rendah, sehingga selalu merasa kekurangan. Jadi, pelarian mereka adalah belanja, yang mana bertujuan untuk meningkatkan harga diri mereka.
2. Merasa Sangat Bahagia Selepas Belanja
Berbelanja layaknya sebuah adiksi yang memberikan kesenangan ketika seseorang sedang terguncang secara emosional. Biasanya, ketika seorang onomania sedang stres, mereka tak ragu untuk membeli barang.
Saat barang sudah dalam genggaman, seorang shopaholic akan merasa sangat senang dan puas. Setelah itu, masalah yang sedang dialami akan terlupakan untuk sementara waktu.
3. Shopaholic Sulit untuk Berhenti Belanja
Para compulsive buyer sebenarnya tahu bahwa gaya hidup tersebut salah dan membuat mereka merugi. Namun, mereka sulit berhenti dan akan melakukannya lagi di lain kesempatan.
Perasaan tersebut seperti dilema. Mereka tentu menyesal karena belanja terlalu sering. Tapi, mereka rentan terkena gangguan psikis seperti cemas dan depresi karena tidak bisa merasakan kebahagiaan lewat belanja.
4. Belanja Secara Diam-diam
Agar tidak ketahuan orang lain tentang perilaku belanja berlebihannya, para onomania masih punya celah untuk belanja, yaitu secara diam-diam melalui e-commerce. Hal ini juga dilakukan karena rasa bersalah akibat perilakunya.
5. Mengajukkan Pembuatan Kartu Kredit
Kartu kredit memberikan kemudahan transaksi bagi banyak orang. Terlebih lagi, hampir semua toko di pusat perbelanjaan menerima pembayaran dengan kartu kredit. Nah, fasilitas itu dimanfaatkan oleh shopaholic, sampai-sampai lupa bayar tagihannya. Akibatnya, mereka punya persoalan finansial yang tidak sepele.
Baca juga: 6 Cara Utang Pasti Lunas
Cara Berhenti Menjadi Shopaholic
Tenang, Sobat Finplan. Keranjingan belanja bisa teratasi dengan baik, kok. Meskipun bisa berlalu dengan cara kamu sendiri, tapi beberapa orang membutuhkan perawatan dari profesional melalui konseling atau terapi.
Ada beberapa langkah yang mungkin dapat membantu kamu keluar dari lingkaran belanja berlebihan. Apa saja, ya?
1. Mencari Strategi Lain
Seorang shopaholic percaya bahwa belanja adalah sumber kebahagiaan. Biar nggak berlanjut ke tingkat yang semakin parah, kamu bisa menghilangkan prinsip tersebut dan beralih pada kegiatan lain yang menyenangkan. Contohnya seperti olahraga, jalan kaki selama 30 menit di pagi atau sore hari, dna aktivitas lainnya.
2. Bantuan Dari Orang Lain? Bisa Banget!
Apakah ada keluarga atau kerabat yang piawai dalam mengatur keuangan? Nah, kamu bisa coba meminta tolong pada mereka untuk membantu kamu dalam memakai uang secara bijak, seperti bantuan untuk membeli bahan makanan atau kebutuhan lainnya agar tidak berlebihan, setidaknya selama kamu dalam proses berhenti menjadi shopaholic.
3. Tutup Akses untuk Kartu Kredit dan Uang Tunai
Sebaiknya singkirkan kartu kreditmu dan simpan uang tunai dalam jumlah kecil untuk keperluan darurat. Dengan begitu, kamu tidak bisa membeli secara impulsif.
4. Belanja dengan Orang yang Pandai Berhemat
Kalau kamu belanja kebutuhan dengan orang yang compulsive shoppers juga, yang ada proses kamu buat berhenti jadi shopaholic bisa macet, Sobat Finplan. Lebih baik belanja dengan orang yang mengadopsi gaya hidup hemat.
Shopaholic bisa menjadi kebiasaan yang dapat menjangkit siapapun, termasuk kamu, Sobat Finplan. Oleh karena itu, cermati tanda-tanda di atas ya! Jika masih kesulitan untuk berhenti, jangan ragu untuk konsultasi ke psikiater atau psikolog.
Selain itu, mengatur keuangan jadi lebih bijak bisa menjadi penolong saat stres karena belanja impulsif. Nah, Finplan punya kelas tentang perencanaan dan kelola keuangan yang cocok untukmu dengan harga terjangkau. Yuk langsung cek kelasnya di Finplan.id!